Blog

Perfect Ten: Jadi Cukup Aja Nggak Cukup

gambar perfect10 depan

 

 

gambar perfect10

Foto oleh: @tehpocii

Oleh: MB Winata

Kenapa gue di sini-sini aja?
Apa kemampuan gue cuma segini?
Apa gue udah bersama orang yang tepat?
Kapan gue bisa punya pencapaian besar?

Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan inilah gue, Irsyad, Syafial bersama Dannie Faizal merumuskan cerita Perfect Ten. Sebab, pertanyaan-pertanyaan inilah yang kebanyakan menghantui orang-orang di usia 20 pertengahan. Saat baru terjun ke dunia profesional tapi nggak ngerasa pro-pro banget. Punya atasan yang nggak puas-puas dengan kinerja kita. Lihat saudara atau teman, lebih cemerlang kariernya. Pacaran udah lama tapi nggak jelas juga tujuannya ke mana. Hidup udah hampir seperempat abad, tapi belum punya pencapaian apa-apa. Jadi muncul pertanyaan lagi deh, apa kita udah hidup dengan cara dan menuju ke arah yang seharusnya?

Dari kegelisahan ini kemudian tercipta karakter Sapta. Seorang animator muda yang sering banget kena semprot atasan gara-gara kerjanya awut-awutan. Dari kecil ayahnya selalu saja membanggakan kakaknya yang sukes dibanding dia. Tinggalnya masih numpang sama kakaknya yang lebih sukses. Pacar ada sih, tapi hubungan mereka seakan lapuk dimakan waktu. Bagi Sapta udah nggak ada gregetnya.

Sebenarnya Sapta nggak bisa dibilang pecundang juga. Toh di sekolah dia punya nilai cukup, kuliah juga lulus tepat waktu. Cuma, ya itu, baginya, belum ada pencapaian yang bisa dibanggakannya dalam hidup. Ya udah, B alias biasa aja. Kalau hidupnya dinilai, mungkin senilai tujuh. Masih jauh dari sepuluh, nilai sempurna. Cuma lagi-lagi gimana kalau ternyata di dunia ini kita kebagian peran jadi orang yang biasa aja? Yang berusaha sekuat apa pun juga, hasilnya ya segitu-gitu aja.

Satu kesempatan pembuktian diri akhirnya datang ke Sapta dalam bentuk proyek kampanye ke klien besar. Ia yang ditantang bos akhirnya merasakan kembali bara semangat menyala di dada. Tapi, sialnya, di saat-saat seperti ini, ia ketitipan keponakan—anak kakak kandungnya—yang bandelnya luar biasa. Maka kemudian ia harus membagi waktu dan pikirannya untuk presentasi dan mengurus anak setan itu.

Kerennya, karakter dan premis ini berhasil dieksekusi Dannie dengan cihuy ke dalam bentuk tulisan. Dannie bisa meramu adegan komedik dan filosofis dalam waktu bersamaan. Satu per satu pertanyaan di awal artikel ini, ia berikan jawabannya. Gue pun membaca dan mengedit naskah ini dengan gembira.

Pada akhirnya, gue nggak bisa menjawab pertanyaan di awal artikel ini dengan jawaban yang memuaskan. Nggak akan ada orang luar biasa tanpa keberadaan orang biasa aja. Nggak ada yang biasa aja kalau para pecundang musnah. Semua ada agar dunia tetap seimbang. Yang kita perlukan adalah terus bergerak naik dengan upaya yang nggak surut sedikit pun nggak peduli pada peran apa kita akan diakui dalam hidup. Sebab jadi cukup aja nggak cukup.

Atau kalau kesimpulan gue nggak bikin kalian puas, silakan simpulkan sendiri dengan membaca Perfect Ten yang sudah tersedia di toko buku.