Blog

Karung Nyawa; Kisah Horor Lokal yang Siap Menerormu!

wawancara haditha penulis karung nyawa

Kunetizen, kamu salah satu penggemar cerita horor? Karya Haditha yang berjudul Karung Nyawa ini perlu kamu miliki segera. Berbeda dari buku horor lainnya, Karung Nyawa mengangkat horor lokal yang konon sempat dialami juga oleh penulisnya. Seperti apa ya, kira-kira buku Karung Nyawa ini? Yuk, ikuti wawancara Kune dengan Haditha berikut ini.

Halo, Haditha. Kune mau ajak kamu ngobrol-ngobrol sedikit tentang buku Karung Nyawa nih. Ceritakan dong, bagaimana awalnya kamu menulis buku ini?

Awalnya adalah sebelum menulis Karung Nyawa ini aku sudah berniat membangun semesta mistisku sendiri. Mengingat sebuah urban legen waktu kecil, yaitu Toklu. Pemulung berdarah yang memburu kepala manusia. Aku langsung klik dan meniatkan akan menulis novel berjudul Karung Nyawa. Cocok banget dengan sosok si Toklu itu sendiri. Aku sendiri pernah mengalami teror rumor Toklu ini. Di permulaan menuliskannya, aku telpon teman dekat sewaktu SD untuk mengkonfirmasi gosip-gosip tentang Toklu yang kutahu. Temanku itu, akhirnya kujadikan tokoh utama. Kemudian aku butuh tema yang kiranya cocok kukaitkan dengan Toklu ini. Tepat saja, pesugihan adalah teman yang cocok untuk dimasukkan ke misteri pembunuh berkarung ini. Lalu ditambahkan dengan bumbu ala-ala detektif. Aku terinspirasi Imung. Jadilah, kisah horor ala detektif amatiran bercampur klenik mistis, plus humor-humor jenaka.

Dari sekian banyak genre, kenapa, sih, kamu tertarik untuk menulis genre horor?

Entah mengapa. Sebenarnya aku tidak meniatkan dari awal mau nulis horor. Awalnya kan saya menulis cerita-cerita fantasi. Namun lalu seperti tidak menemukan jalannya. Aku banting stir. Ini memerlukan proses lho. Tidak serta merta aku banting stir dari fantasi ke horor. Dalam masa-masa pencarian jati diri itu, aku mulai baca cerita-cerita sastra Indonesia. Contohnya karya Ayu Utami, Eka Kurniawan, dan Okky Madasari. Cerita yang mereka tuliskan, cukup berdampak dengan gaya berceritaku saat ini. Sebenarnya aku jarang baca buku horor. Tapi entah kenapa, kok ya gayaku ini cocok buat nulis yang horor. Jati diriku, sepertinya memang di sini. Aku lebih mudah mewujudkan cerita dalam benak. Tiga tahun, aku sudah nulis 6-7 judul yang berbau horor.

Katanya, kamu mengangkat kisah horor lokal dari daerah Jawa ya? Apa sih alasan kamu mengangkat kisah horor lokal?

Karena sangat related dengan kehidupan sehari-hari. Aku lama tinggal di Jawa Timur. Mistis di sana cukup kuat. Dan ternyata setelah kuulik saat menuliskan Karung Nyawa, banyak sekali hal-hal menarik yang bisa dieksplor untuk dijadikan cerita. Aku dari awal ketika membangun semesta mistis ini, memang meniatkan diri untuk banyak mengeksplor kelokalan negeri kita. Yang mungkin, jarang diangkat oleh penulis lain.

Kasih sedikit bocoran dong, Karung Nyawa ini bercerita tentang apa?

Garis besarnya adalah Karung Nyawa bercerita tentang sekumpulan pemuda yang merasa terusik dengan rumor Toklu, yang dipicu oleh ditemukannya jasad perempuan tanpa kepala di bawah jembatan. Hal itu lalu memicu kejadian-kejadian mistis di desa. Sekumpulan pemuda itu menyelidiki, dari ranah yang masuk akal sampai ke ranah mistis di luar nalar. Dan yang mereka hadapi itu ternyata bukan main-main. Nyawa taruhannya.

Pada saat kamu menulis buku ini, adakah kejadian aneh yang kamu alami?

Sama sekali gak ada. Untunglah.

Seperti kita ketahui, tidak mudah untuk membuat cerita horor terasa nyata saat dibaca. Lalu, bagaimana cara kamu membangun ‘feel’ agar cerita yang kamu tulis ini terasa nyata saat dibaca?

Banyak referensi. Aku sih lebih banyak ambil referensi dari film-film horor. Selain itu banyak juga dari omongan-omongan orang yang ngaku melihat penampakan atau diganggu makhluk gaib. Dan aku berusaha sebisa mungkin untuk menghadirkan pengalaman horor nyata dari sana. Buatku, yang bikin kita takut itu bukan si makhluknya. Tapi bayangan kengerian kita sendiri akibat diceritakan pengalaman mistis orang lain. Kita dengan mudah takut masuk kamar mandi malam-malam, padahal biasanya kita dengan santai masuk dan berlama-lama di sana, setelah mendengar pengalaman mistis orang lain. Kalau dari buku, hampir tidak ada. Aku belum banyak dan bahkan belum mulai untuk baca buku horor.

Kembali ke Karung Nyawa, kenapa sih memilih judul tersebut?

Karena terdengar catchy. Pas. Penggambaran paling pas untuk teman misteri kita, si Toklu. Pemulung kan suka bawa karung. Kematian kan berhubungan dengan nyawa. Jadilah, Karung Nyawa.

Menurutmu, apa yang membedakan buku ini dengan buku lain dengan genre serupa?

Mungkin unsur lokalitasnya ya. Aku benar-benar membangun nuansa pedesaan seperti yang kuingat saat masih tinggal di sana. Menulis cerita ini sama saja dengan nostalgia buatku. Aku kangen dengan tempat itu. Lalu, meskipun horor, cerita ini akan membuat pembaca tertawa. Banyak selipan humor di dalam buku ini.

Siapa sih, penulis horor favorit kamu dan apa alasannya?

Aduh, siapa ya. Kalau mau bilang sih, maunya Stephen King. Eh tapi aku belum baca satu pun karyanya. Jujur, belum ada penulis horor yang jadi favoritku. Kalau dari yang membuatku berkesan, aku bisa sebut Edgar Allan Poe dengan Black Cat-nya dan Ugoran Prasad dengan Hantu Nancy-nya.

Terakhir, setelah Karung Nyawa ini resmi diterbitkan, apa rencana kamu untuk proyek buku selanjutnya?

Menulis lebih banyak cerita mistis, keji, sekaligus menghibur. Membangun semesta mistisku jadi semakin luas dan beragam. Tidak hanya mentok di horor mainstream.

Ok, deh, Haditha. Semoga sukses ya dengan Karung Nyawa-nya. Dan, buat kamu Kunetizen, dapatkan buku Karung Nyawa di toko buku terdekat ya.