Blog

Bicara Proses Kreatif bersama Indah Hanaco

Indah

IndahSepuluh tahun berpacaran bukanlah waktu yang sebentar bagi Priska. Sayangnya, perjalanan sepuluh tahun itu tidak berjalan kemana-mana alias diam di tempat hingga akhirnya berakhir begitu saja. Namun siapa sangka, selepas hubungannya itu Priska malah bertemu dengan sesosok lelaki ganteng tapi menyebalkan bernama Leon. Sosok lelaki yang mampu mengubah hidup Priska dalam waktu yang singkat.

 

MeraguPenggalan cerita di atas merupakan buah karya kedua dari Indah Hanaco berjudul Meragu (Bukuné, 2013). Novel kedua Indah ini mengajak kamu untuk merasakan bunga-bunga asmara antara dua insan yang menghanyutkan untuk dibaca.

Selain Meragu, sebelumnya Indah juga pernah “melahirkan” novel perdananya yang berjudul Cinta Tanpa Jeda. Pengalamannya menulis sejak tahun 90-an menjadi dasar kepenulisan yang bisa dicontoh oleh banyak pihak.

Berbekal sesi tanya-jawab yang dilakukan Bukuné via e-mail, perempuan yang lahir di Pematangsiantar ini pun buka-bukaan tentang kehidupannya di dunia tulis-menulis.

Hobi membaca mendorongnya untuk menulis
Indah termasuk tipe perempuan yang suka sekali membaca. Cerita silat hingga romance pun “dilahapnya”. Bahkan, ia mengaku sering terpesona dengan tokoh-tokoh di cerita yang ia baca. Kegemaran membacanya inilah yang mendorong Indah untuk menulis. Meski demikian, saat itu ia belum benar-benar serius menekuninya.

“Saya malah sempat bekerja sebagai bankir dan resepsionis hotel. Hingga akhirnya saya menyadari kalau menulislah pekerjaan yang paling saya cintai,” begitu katanya.

Cerpen adalah karya yang awalnya sering Indah tulis. Namun, pada 2010, ia pun memberanikan diri untuk membuat sebuah novel. Cinta Tanpa Jeda, itulah novel pertama yang ia tulis. Bukan tanpa perjuangan ia menulisnya.

Penolakan demi penolakan pun sempat ia alami saat menawarkan novel ini ke penerbit. Namun, aksi nekatnya membuahkan hasil. Novel itu pun bisa terbit meski melalui revisi. “Kepercayaan yang diberikan Bukuné sangat berarti buat saya,” ungkapnya.

Setelah Cinta Tanpa Jeda, Indah pun kembali merilis novel keduanya dengan judul Meragu. Kedua novel ini bahkan membuat beberapa pihak penasaran dengan kelanjutan kisah dari masing-masing tokohnya.

Cinta Tanpa Jeda dan Meragu
Dua novel Indah memang mengisahkan tentang cinta, tetapi temanya sangat bertolak belakang. Cinta Tanpa Jeda mengisahkan tentang pengalaman traumatis yang dialami Mae, korban pelecehan seksual saat remaja. Sedangkan Meragu mengisahkan tentang Priska yang putus dari kekasihnya setelah bertahun-tahun pacaran.

“Menceritakan kisah Mae adalah salah satu pengalaman tak terlupakan bagi saya. Apalagi, belakangan banyak sekali terjadi pelecehan di sektiar kita. Itulah yang mendorong saya untuk tidak menyerah meski naskah ini sudah pernah ditolak beberapa kali. Saya juga menyaksikan sendiri bagaimana Mae menemukan orang yang benar-benar mencintainya dan tidak memedulikan masa lalunya. Itu yang ingin saya bagi pada pembaca, bahwa tidak perlu takut menghadapi masa depan meski ada masa lalu gelap di belakang,” katanya.

“Sementara Meragu berisi pesan cinta bukan tentang lamanya suatu hubungan terjalin. Tidak ada jaminan sebuah hubungan akan langgeng hanya karena pasangan itu sudah bersama dalam waktu yang panjang. Jadi, meski sudah bertahun-tahun menjalin hubungan spesial dengan seseorang, bukan berarti dia adalah orang yang tepat atau soulmate kita. Bisa jadi, orang yang baru kita temuilah yang malah merupakan pasangan terbaik,” ungkap perempuan berbintang Libra ini.

Proses kreatif penulisan novel
Proses kreatif penulisan sebuah novel memang tidak pernah sama antara satu buku dengan buku lainnya. Hal itulah yang juga dialami oleh Indah saat menulis dua karyanya tersebut. Saat menulis Cinta Tanpa Jeda, Indah mengaku sangat asyik dan klik saat menulisnya.

“Mungkin karena saya mengenal Mae cukup baik selama bertahun-tahun. Hati saya ikut pedih saat menulis bagian pahit yang mewakili perjalanan hidupnya,” katanya.

Tidak hanya itu, Indah pun melakukan riset seputar momen-momen ajaib pembalap favoritnya—Michael Schummacher—guna menyegarkan kembali ingatannya tentang kejuaraan Formula 1.

Sementar itu, saat menulis novel keduanya, Indah mengaku turut berdebar tatkala ia menulis adegan antara Priska dan Leon. “Kadang, wajah saya terasa panas karena salah tingkah, menempatkan diri sendiri sebagai Priska. Dan bisa senyum-senyum sendiri tiap menulis dialog antara keduanya,” ungkapnya.

cinta tanpa jedaIde, imajinasi, dan pengalaman pribadi
Pengalaman dan imajinasi merupakan kombinasi yang Indah gunakan dalam tulisan-tulisannya. Dan baginya, pengalaman tak mesti harus berpangkal dari diri pribadi, tetapi bisa juga dari pihak lain. Seperti halnya tokoh Mae yang masih ada sampai saat ini.

“Jadi, Cinta Tanpa Jeda adalah sebuah kisah nyata, kecuali bagian profesi Mae sebagai aktris. Aslinya, Mae adalah seorang pekerja kantoran yang sekarang cukup sukses,” katanya.

Berbeda dengan Cinta Tanpa Jeda, dalam novel Meragu porsi imajinasinya jauh lebih banyak. Pengalaman seorang teman yang berpacaran selama 9 tahun, tetapi hanya mampu bertahan 2 tahun saat telah menikahlah yang mengilhami Indah dalam novel Meragu.

Writer’s block
Tidak dimungkiri bahwa writer’s block memang menjadi kendala tersendiri bagi para penulis, termasuk Indah. Dan, writer’s block terparah yang pernah dialaminya justru saat ia menulis novel Meragu.

“Salah saya karena tidak membuat outline sebagai panduan menulis,” katanya menegaskan.

Berbekal pengalaman itulah, kini Indah menjadi lebih disiplin dalam menulis dan selalu menyiapkan sinopsis secara detail sebelumnya. Namun, kalaupun writer’s block tak terhindarkan, Indah memilih untuk nonton film sebagai bentuk bersantai.

Tip menulis dari Indah Hanaco
“Menjadi penulis harus memiliki mental baja dan semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Sehingga tidak mudah menyerah saat naskah ditolak atau mendapat kritik dari pembaca,” begitu katanya.

Indah pun menambahkan, bahwa seorang penulis tidak boleh malas belajar tentang banyak hal demi memperkaya tulisan dan menjaga kedisiplinan dalam mengatur jadwal menulis.

“Yang tak kalah penting adalah memilih penerbit untuk dikirimi buah karya kita. Saran saya, pilihlah penerbit top yang memang biasanya bekerja dengan profesional. Itulah salah satu cara paling dasar untuk menghargai diri sendiri. Jangan mudah tergiur menerbitkan karya di penerbit yang tidak jelas,” tukasnya menutup bincang-bincang ini.