Pada suatu hari di bulan Desember, langit tinggi dijajah kelabu, jalanan bising tak beraturan, rumput hijau yang baru saja tumbuh sibuk diinjak-injak dengan tawa. Walaupun begitu, Kalisa mampu memandangnya berbeda. Di matanya, ia melihat langit tersebut berwarna merah muda, musik klasik menggema di sepanjang jalan, bahkan rumput hijau senantiasa mengikuti ke mana pun berlajunya setiap tawa.
Kalisa pandai meromantisasi segala hal kecil yang ada di sekitarnya. Tetapi, selama dua tahun terakhir pada bulan Desember, Kalisa ditemani oleh perasaan gundah dan guntaian air mata yang setiap malam mengganggu waktu tidurnya. Kepalanya bising oleh kemungkinan-kemungkinan buruk yang ada. Hingga pada akhirnya, kehadiran lagu-lagu menenangkan yang dilengkapi salah satu suara penyiar radio berhasil membuatnya bangun dari keterpurukkan.
Bareska Harsachandra, penyiar handal yang membantu Kalisa melalui proses melupakan dengan menimpanya dengan kenangan-kenangan baru yang lebih baik. Walaupun mereka telah melalui proses panjang, Kalisa mengaku bahwa mereka memang sulit untuk menjadi satu kesatuan yang sama. Tak ada yang dapat Bareska lakukan selain menerimanya dengan hati yang gusar. Karena sedari awal, tak ada yang tahu bahwa Bareska adalah seseorang yang pandai dalam menyimpan sang biru di dalam dirinya.
Di dalam sebuah diam, Bareska selalu bersua kepada angin untuk membawa terbang semua perasaan biru yang mendarat di hatinya. Ia sulit mengendalikan sang biru sebab terlalu kokoh, keras kepala, kemudian mengendap dan membentuk tempat tinggal di hatinya. Hingga saat ini, Bareska tidak tahu obat untuk meredakan sang biru selain kehadiran Kalisa apa?